MENYIKAPI IDUL ADHA DITENGAH PANDEMI
Haji dan Kurban ditengah Pandemi Covid-19
Nur
Hidayat, 25 Juli
2020
enjelang Idul Adha 1441 H Bersyukur memuji Allah dengan
mengucapkan Alhamdulillah dan bershalawat kepada baginda nabi Muhammad Saw,
karena sesungguhnya hari ini sebuah kesyukuran bagi kita semua untuk dapat
merasakan kembali sebuah kenikmatan besar, diberikan kesempatan oleh Allah Rabbu jalalah, berjumpa
dengan hari raya idul qurban 1441 H yang tak lama lagi akan kita laksanakan .Maka dalam kesempatan yang baik ini
marilah kita tanamkan tekad yang kuat untuk mengisi hari-hari kita demi
meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah subhanahu wata’ala sebagai wujud rasa
syukur atas kehidupan yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita. Sebagai rasa
syukur, kita wujudkan kehidupan yang damai, makmur dan sentosa dengan penuh
kesadaran akan jabatan kita sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi yang
akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak di hari pengadilan.
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya.
Maka dari itu mari senantiasa memanjatkan rasa syukur
atas apa yang diberikan oleh Allah Swt.
Suatu ketika Nabi sulaiman berdoa
kepada Allah setelah mendengar suara semut yang menyeru kawanannya agar masuk
ke sarangnya agar tidak diinjak oleh nabi Sulaiman dan bala tentaranya. Lalu Nabi
Sulaiman pun memanjatkan doa :
رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ
وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي
عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku
ilham agar tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku
dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku berbuat kebaikan yang Engkau ridhai
masukkan aku dengan kasih-sayang-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
shalih”.
Nabi Sulaiman mengajarkan kepada kita
betapa seorang memiliki kekuasaan yang besar dan harta kekayaan yang berlimpah,
dikawal oleh pasukan besar dari golongan manusia dan jin, berkemampuan mengerti
berbagai bahasa binatang, namun yang terpatri dalam kalbunya tak sedikitpun
kesombongan dalam dirinya dan selalu terucap dari mulutnya adalah rasa syukur
atas anugerah yang dicurahkan Allah kepadanya. Kebanyakan manusia seringkali
lupa untuk bersyukur takkala ia mendapatkan sedikit saja kenikmatan apalagi
banyak. Berbeda dengan Nabi Sulaiman As, yang karena sikap kerendahan hatinya,
pantas ditunjuk oleh Allah sebagai nabi yang harus kita teladani perbuatan dan
tingkah lakunya, justru tak lupa bersyukur atas seluruh kenikmatan yang
diperolehnya kepada Allah. Maka dari itu kalimat
الحمد و الشكر لله و لا حول ولا قوة إلا بالله
semoga senantiasa
terucapkan oleh lisan lisan kita.
Ada dua peristiwa penting
sarat sejarah dalam Islam yang tidak
bisa lepas dari Hari Raya Idul Adha. Keduanya adalah peristiwa ibadah Haji dan
Kurban. Namun pada situasi saat ini, kedua ibadah tersebut harus dilaksanakan
di tengah pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum terlihat tanda
berkahirnya. Tentunya ketentuan Allah subhanahu wata'ala ini tidak boleh serta
merta menurunkan semangat spiritual kita sebagai hamba Allah yang taat. Maka
dari itu kita harus menanamkan keyakinan dalam hati bahwa selalu ada hikmah
besar yang terkandung dari setiap ketetapan yang diberikan oleh Allah subhanahu
wata'ala. Disetiap ujian dan cobaan yang melanda suatu kaum maka ada pahala
yang besar dijanjikan oleh dzat yang tak pernah mengingkari janji kepada
hambanya yang selalu mengambil hikmah dan selalu dalam kesabaran dan ketaqwaan.
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.
"Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya
ujian. Dan apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa
yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang
membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya"
Bahwa setiap musibah atau cobaan yang
diberikan oleh Allah memiliki hikmah, tentunya hikmah yang besar dan jumlahnya
jauh lebih banyak dari kesusahan yang diberikan dengan isyarat firman Allah swt
:
اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
"Sesungguhnya beserta kesulitan itu terdapat kemudahan.
Menurut ulama tafsir jika dilihat dari perspektif bahasa maka
makna kata الْعُسْرِ merupakan bentuk isim ma’rifah menunjukan
keindividualitas atau singular terhadap sesuatu yang dimaksudkan, sementara
makna يُسْرًا yang berbentuk isim nakirah yang menunjukan makna universal.
Maka Allah swt seakan akan menghimbaukan kepada kita “wahai sekalian hambaku
hadapilah satu kesulitan yang kuberikan dengan sabar dan ketaqwaan maka akan
kuberikan kebaikan setelahnya dan akan kulipat gandakan kebaikan itu. Tentunya
mereka yang dimaksud oleh Allah swt ialah mereka yang senantiasa berfikir akan kebesaran Allah swt yang
Allah sebutkan dalam Alquran sebagai golongan ulul albab.
إن فى خلق السموات والأرض واختلف اليل والنهار لأيت لأولى
الألبب
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi serta perubahan malam dan siang, terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Q.S Ali Imran :190)
Lalu
Allah swt berfirman :
قل لا يستوى الخبيث والطيب ولوأعجبك كثرة الخبيث فاتقواالله يأولى
الألبب لعلكم تفلحون
“Katakanlah, “Keburukan dan
kebaikan itu tidaklah sama, meskipun banyaknya keburukan itu bisa menarik hati
kalian. “Maka bertaqwalah kepada Allah, wahai orang-orang berakal, agar kalian
menjadi sejahtera (beruntung)”. ( Q.S Almaidah :100)
افمن يعلم انما انزل إليك من ربك الحق كمن هو أعمى إنما يتذكر اولو الالباب
“Adakah orang yang
mengetahui bahwasanya apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama
dengan orang yang buta ?Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran”. (q.s Arrad : 19).
akibat
pandemi Covid-19 yang mewabah di berbagai penjuru dunia. Ada banyak Jamaah Haji
Indonesia tahun 2020 tidak diberangkatkan ke Tanah Suci. Hal ini dilakukan
pemerintah untuk menjaga keselamatan jiwa jamaah dari penularan virus Corona. Dengan
mengambil dasar hukum :
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Yaitu
upaya menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan
Namun
ada hikmah besar yang bisa diambil dari keputusan ini di antaranya adalah
kesabaran dan kepasrahan. Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Qur’an Surat
Al-Anfal ayat 46:
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang sabar”.
Sabar
merupakan sikap yang paling dibutuhkan dalam menjalankan ibadah badaniyah
terutama ibadah haji. Dalam ibadah haji, kesabaran juga bisa menjadi ukuran
mabrur atau tidaknya haji yang dilaksanakan. Hampir seluruh rangkaian ibadah
haji membutuhkan kesabaran mulai dari pendaftaran sampai dengan pelaksanaan dan
kembali ke Tanah Air. Tanpa kesabaran, jamaah haji tidak akan mungkin mampu
melewati rangkaian ibadah yang memerlukan kekuatan mental dan fisik seperti
tawaf, sa'i, wukuf di Arafah, dan melempar jumrah. Ini memberikan hikmah kepada
calon jamaah haji yang ditunda keberangkatannya, untuk semakin melatih
kesabaran sebelum waktunya berangkat nanti. Insyaallah kesabaran dalam menerima
penundaan ini nantinya akan menjadi wasilah kemabruran haji kelak.
Dalam
kitab An-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi
dikisahkan, suatu hari seorang ulama zuhud bernama Abdullah bin Mubarak
berangkat menuju Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni haji.
Namun,
ketika ia sampai di kota Kufah, perjalanannya terhenti beberapa saat hingga
dirinya batal menunaikan ibadah haji. Yang menghentikan perjalanannya adalah ia
melihat seorang perempuan di kota Kufah yang terpaksa memakan bangkai itik. Perempuan
itu pun mengajak pula anak-anaknya memakan bangkai itu sebagai santapan
keluarga.
Abdullah
bin Mubarak lalu menegurnya beberapa kali bahwa konsumsi semacam itu haram
menurut agama. Nasihat ini gagal. Hingga ia terkejut dengan kenyataan bahwa
keluarga tersebut memakan bangkai karena alasan keterpaksaan. Si perempuan dan
beberapa anaknya sudah tiga hari tidak mendapat makanan. Untuk mempertahankan
hidup, satu keluarga miskin tersebut menelan apa saja yang bisa dimakan.
Hati
Abdullah bin Mubarak menangis. Ia lantas menyedekahkan keledai tunggangannya,
beserta barang-barang bawaannya, termasuk makanan dan pakaian, kepada keluarga
malang itu. Namun persoalanya adalah Abdullah bin Mubarak kini tak memiliki
bekal untuk melanjutkan perjalannya ke Tanah Suci. Perjalanannya tertunda
beberapa lama di kota Kufah sampai musim haji lewat dan ia pun gagal
melaksanakan haji tahun itu. Ketika balik ke kampung halaman, alangkah kagetnya
ia karena mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat sebagai orang yang baru
datang dari ibadah haji.
Abdullah
bin Mubarak pun protes campur malu, dan berterus terang bahwa kali ini ia gagal
pergi ke Tanah Suci. "Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini,"
katanya meyakinkan orang-oran yang menyambutnya. Sementara itu, kawan-kawannya
yang berhaji menyampaikan berita yang membuat Abdullah bin Mubarak semakin
bingung. Mereka mengaku berada di Makkah dan membantu kawan-kawannya itu
membawakan bekal, memberi minum, atau membelikan sejumlah barang.
Setelah
peristiwa yang membingungkan itu, Abdullah bin Mubarak pada malam harinya
mendapat jawaban melalui mimpi. Dalam tidur itu, Abdullah mendengar suara,
"Hai Abdullah, Allah telah menerima amal sedekahmu dan mengutus malaikat
menyerupai sosokmu, menggantikanmu menunaikan ibadah haji."
Subhanallah.
Allah telah menunjukkan rahmat-Nya kepada hamba yang gemar bersedekah. Apa yang
dilakukan ulama tersebut adalah prioritas dalam beribadah. Haji adalah ibadah,
sedekah juga merupakan ibadah. Namun, Abdullah bin Mubarak mendahulukan yang
kedua karena sedekahnya sangat dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan kaidah
fiqhiyyah :
المُتَعَدِّيْ أَفْضَلُ مِنَ القَاصِرِ
“Ibadah sosial
lebih utama ketimbang ibadah individual.”
Hikmah
selanjutnya adalah kepasrahan atau tawakkal kepada Allah subhanahu wata'ala.
Terkait dengan hal ini Allah subhanahu wata'ala pun telah memberikan panduan,
jika kita memiliki tekad bulat dalam melaksanakan sesuatu, maka kita harus
pasrah diri kepada Allah subhanahu wata'ala. Hal ini termaktub dalam QS Ali
Imran ayat 159:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertawakal.”
Dengan
ditundanya haji tahun ini, para calon jamaah haji harus yakin dan pasrah pada
Allah karena ini juga merupakan ketetapan Allah. Haji sendiri adalah ibadah
yang harus diawali dengan kepasrahan karena harus pergi jauh meninggalkan
orang-orang yang dicintai dan harus berjuang menyelesaikan rangkaian kewajiban
dan rukun haji. Kain ihram warna putih yang dipakai jamaah pun sudah menandai
bahwa para jamaah Haji pasrah atas takdir Allah seperti mayit yang terbungkus
kain kafan. Dengan kepasrahan ini tentunya akan menjadikan para calon jamaah
haji lebih tenang dalam beribadah.
Berbicara
Ibadah kurban sesungguhnya berbicara tentang hakikat keimanan. Berawal dari
sejarah ketika Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk mengorbankan putranya,
dengan keimanan dan kesabaran pula Ismail membenarkan perintah Allah kepada
ayahnya dan ridha atas permintaan Rabbnya. Lalu
Nabi Ibrahim pun melaksanakan perintah yang disampaikan Allah melalui
sebuah mimpi. Sehingga takkala Ibrahim hendak menyembelih Ismail, malaikat
membawa seekor kambing dari surga sebagai ganti untuk disembelih.
Peristiwa ini
diabadikan dalam Al-Qur’an surat Asshoffat: 102
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Dari
sejarah inilah umat Islam diperintahkan untuk menyembelih hewan kurban yang
pada hakikatnya merupakan sebuah ibadah untuk mengingatkan kita semua untuk
kembali kepada tujuan hidup, yaitu beribadah kepada Allah.
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidak Aku
ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.”
Hikmah
dari ujian Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya adalah
keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah SWT. Keikhlasan menjadi salah satu
kunci untuk memperoleh ridha Allah dengan menjalankan apa yang menjadi
perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Jika kita melaksanakan ibadah
tanpa didasari oleh keikhlasan maka niscaya yang kita lakukan akan menjadi
sebuah kesia-siaan belaka.
إِنَّ
اللَّهَ لا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ
بِهِ وَجْهُهُ
Artinya:
Allah tidak menerima amal, kecuali amal (ibadah) yang dilandasi keikhlasan dan
karena mencari keridhaan Allah SWT (HR. Nasa’i)
Dalam
berkurban kita harus ikhlas dan siap mengorbankan sebagian harta kita untuk
orang lain yang pada hakikatnya perlu kita camkan bahwa semuanya adalah milik
Allah SWT. Dikarenakan ibadah kurban adalah untuk Allah SWT maka sudah
seharusnya kita memberikan hewan kurban yang terbaik yang kita punya. Prinsip
ini akan menjadi bagian dari ketaatan kita kepada Allah. Hikmah lain dari
ibadah kurban dapat dilihat dari makna kata kurban itu sendiri. Kurban dalam
kajian ilmu bahasa berasal dari kata قريبberarti dekat. Oleh karena itu, kurban dapat
diartikan mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah dan
menjauhi larangan-Nya melalui wasilah hewan ternak yang dikurbankan atau
disembelih.
kurban
bisa menjadi bukti kepekaan sosial masyarakat mampu terhadap yang lemah. Kurban
semakin memberikan kesadaran kepada kita, bahwa harta yang kita miliki bukanlah
mutlak milik kita. Harta dan materi di dunia hanya titipan dari Allah subhanahu
wata'ala yang di dalamnya terdapat hak orang lain. Kenikmatan yang kita rasakan
tidak akan berkurang sedikitpun ketika harus dibagi dengan orang lain melalui
pembelian hewan kurban. Kita harus menyadari bahwa sesungguhnya hakikat memberi
adalah menerima. Manusia tidak perlu
khawatir karena nikmat Allah subhanahu wata'ala sangatlah banyak. Saking
banyaknya nikmat Allah, kita tidak akan bisa menghitungnya. Allah subhanahu
wata'ala berfirman:
وَإِنْ
تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS: An-Nahl : 18)
Dengan
pengorbanan harta melalui hewan kurban ini, kita juga akan mampu semakin dekat
dengan Allah subhanahu wata'ala. Hal ini selaras dengan makna kurban itu
sendiri yakni berasal dari bahasa Arab qariba-yaqrabu -qurban wa qurbanan wa
qirbanan,yang artinya dekat. Sehingga kurban adalah mendekatkan diri kepada
Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.
Jamaah
shalat Idul Adha hadâkumullâh, Dari hal ini kita bisa menarik dua hikmah dari
ibadah kurban di masa pandemi. Yang pertama adalah hikmah vertikal, yakni
semakin dekatnya kita kepada Allah subhanahu wata'ala, dan hikmah horizontal
yakni kedekatan dengan sesama manusia dengan saling berbagi rezeki di tengah
situasi sulit akibat pandemi ini.
sekian coretan singkat yang saya tulis
wassalam,,
wassalam,,
Komentar
Posting Komentar